Surat Terbuka ke-2 Kepada DPR dan BPK

Senin 1 Feb 2021, 1 : 40 pm
by
Jasmerah merupakan pesan yang masih sangat relevan sampai saat ini. Karena para elit bangsa Indonesia cenderung meninggalkan sejarah. Melupakan sejarah.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Dr Anthony Budiawan

Akibatnya, negara dibebani utang cukup besar akibat pendirian dan penyertaan modal kepada BUMN yang off-budget ini.

Tidak heran investasi pemerintah untuk BUMN, lembaga dan BLU semakin banyak dan semakin besar.

Salah satunya Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang sedang hangat, juga menggunakan modus yang sama, modalnya bersumber dari utang.

Bukankah begitu?

Ketika terjadi kerugian, baik karena mismanagement atau korupsi, pemerintah cenderung menanggung semua kerugian atau bailout melalui PMN lagi yang berasal dari utang.

Karena tidak masuk pos Belanja Negara di APBN, dan tidak terhitung dalam defisit anggaran. Seperti kasus Jiwasraya, Asabri dan banyak lainnya. Moral hazard.

Bagaimana mungkin modal dan investasi bersumber dari utang? Jelas ini bukan praktek good governance.

Selain itu, pemerintah juga bisa (maaf menggunakan kata) manipulatif.

Menggeser Belanja Negara menjadi PMN dan investasi pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran, akibat tidak masuk APBN.

Contohnya, Dana Abadi Penelitian, Dana Bergulir, Pengadaan Tanah Proyek Strategis Nasional.

Bagaimana mungkin semua pengeluaran PMN ini dibiayai langsung dari utang, bukan dari APBN? Bukankah ini sudah diluar akal sehat dan bertentangan dengan peraturan?

Terakhir, kami juga sangat terkejut mengetahui bahwa pembayaran “kontribusi” kepada badan internasional seperti The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD), International Development Bank (IDB), International Fund for Agricultural Development (IFAD), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), International Development Association (IDA) juga bersumber dari utang, bukan dari APBN.

Nilainya Rp10,7 triliun (2015-2019) di mana 87,4 persen atau Rp9,4 triliun untuk AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) yang diinisiasi China. Pengeluaran rutin ini seharusnya tercatat di pos Belanja Negara.

Bagaimana pendapat Dewan dan BPK?

Dewan dan BPK yang Terhormat. Kalau semua PMN di atas dicatat di dalam pos Belanja Negara maka defisit anggaran 2015 dan 2016 menjadi 3,1 dan 3,16 persen terhadap PDB.

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Harus Dicegah Pemilu Dalam Cengkraman Kapitalis

JAKARTA-Pengamat hukum tatanegara Margarito Kamis menegaskan DPR RI bisa membuat

BII Luncurkan program “BII Woman One-Tribute to Mom”

JAKARTA-PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) menyelenggarakan program “BII Woman