Survey KedaiKOPI: Penerimaan Publik Soal Presiden Perempuan Tembus 55%

Saturday 3 Sep 2022, 10 : 11 pm
by
Survey KedaiKOPI

JAKARTA- Hasil survey Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) menemukan penerimaan publik terhadap presiden perempuan mengalami peningkatan dari 34,2% pada bulan November 2021 menjadi 55,5% pada bulan Agustus 2022.

Namun, penerimaan presiden perempuan masih lebih rendah dibanding penerimaan publik terhadap anggota legislatif perempuan (76%), bupati/walikota perempuan (70,8%), Gubernur perempuan (68%), dan wakil presiden perempuan (64,7%).

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, Ph.D. dalam program Polemik MNC Trijaya (3/9).

Penerimaan publik terhadap presiden perempuan semakin bertambah jika dihadapkan pada permasalahan konkret yang dihadapi bangsa.

“Ketika ditanyakan tentang permasalahan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, 62,4% responden yakin bahwa presiden perempuan mampu mengatasi permasalahan tersebut,” ungkap Kunto.

Kunto menambahkan bahwa temuan ini menandakan perempuan dipersepsi memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang merupakan salah satu kualitas penting sebagai pemimpin sebuah negara.

Survei yang bertajuk “Opini Publik Pada Pemimpin Perempuan” ini juga menanyakan kualitas karakter yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin negara perempuan di dunia yang menurut UN Women lebih berhasil menangani COVID-19.

Responden mengatribusikan kompetensi (8,5%), teliti (7,5%), dan ulet atau telaten (7,2%) sebagai kualitas yang dimiliki pemimpin perempuan dalam memimpin negaranya keluar dari krisis COVID-19.

Jika dibandingkan dengan jawaban mereka yang setuju pada kepemimpinan presiden perempuan, karakter yang menonjol adalah tegas dan berwibawa (25,3%), kebijakan pro-rakyat (20,5%), dan bijaksana (17,6%).

“Dari temuan ini publik percaya kualitas kepemimpinan dengan sifat feminin seperti teliti, telaten, dan ulet dipandang mampu mengatasi masalah yang konkret seperti COVID-19. Di lain sisi, ketika ditanya kepemimpinan yang abstrak, publik merujuk pada sifat maskulin seperti tegas atau bijaksana,” tukas Kunto.

Lebih lanjut Kunto memaparkan temuan hasil surveinya yakni mereka yang tidak setuju terhadap presiden perempuan beralasan antara lain bahwa laki-laki lebih kompeten (36,6%), menyalahi kodrat atau ajaran agama (25,2%), dan kurang tegas (13,9%).

Kelompok generasi Z dengan rentang usia 17-24 tahun lebih banyak yang setuju presiden perempuan (62,3%) dibanding dengan kelompok generasi milenial (53,5%), generasi X (53,7%), dan generasi boomers (53,7%).

“Kita temukan bahwa generasi yang lebih muda ternyata lebih terbuka pada gagasan kepemimpinan perempuan dibanding mereka yang lebih tua,” imbuh Kunto.

Sigi dari Lembaga Survei KedaiKOPI ini menemukan 6 calon presiden perempuan yang disebutkan oleh pemilih dalam pertanyaan terbuka tentang elektabilitas.

 “Ada nama Puan Maharani (9,6%), Megawati Soekarnoputri (0,7%), Susi Pudjiastuti (0,6%), Khofifah Indar Parawansa (0,6%), Tri Rismaharini (0,5%), dan Sri Mulyani (0,2%),” Kunto menjelaskan.

Dari hasil survei tersebut, nampak elektabilitas calon presiden perempuan semakin menguat terutama untuk Puan Maharani.

Nama-nama tokoh laki-laki seperti Ganjar Pranowo (26%), Prabowo Subianto (18%), Anies Baswedan (14,5%), Ridwan Kamil (7,7%) juga terdeteksi dalam survei ini.

“Ketika kami simulasikan lebih lanjut dengan pertanyaan tertutup 19 tokoh, nama-nama capres perempuan memiliki tren penguatan dengan Puan Maharani mendapatkan keterpilihan sebesar 11,3%, Susi Pudjiastuti 1,6%, Tri Rismaharini 1,4%, Khofifah Indar Parawansa (1,3%), dan Sri Mulyani Indrawati (0,6%),” ujar Kunto.

“Peluang perempuan di pilpres 2024 semakin terbuka lebar dengan konsistensi angka keterpilihan capres perempuan di dalam simulasi sepuluh nama sampai dengan empat nama,” imbuh Kunto.

Salah satu temuan penting dalam survei ini adalah 53,8% pemilih mengatakan bahwa pilihan presiden mereka akan berubah.

“Dari mereka yang pilihannya akan berubah, 43,2% mengatakan akan mengubah pilihannya setelah penetapan capres dan cawapres, 22,4% setelah kampanye dimulai, 19,4% di hari pemilu dilaksanakan, dan 11,9% pada saat masa tenang kampanye,” tukas Kunto.

Kunto menambahkan bahwa tingginya kecenderungan perubahan pilihan ini disebabkan ketidakpastian capres-cawapres yang belum ditetapkan oleh partai maupun koalisi partai.

Selain itu terdapat tendensi untuk menunggu masa kampanye hingga hari tenang untuk mengumpulkan informasi tentang calon-calon presiden yang telah ditetapkan secara lebih serius.

“Angka keterpilihan ini masih dinamis dan masih terbuka peluang bagi tokoh-tokoh calon pemimpin bangsa untuk lebih mengarus-utamakan pendidikan politik dengan isu dan program yang nyata,” Kunto menjelaskan.

Survei Opini Publik Pada Pemimpin Perempuan diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI pada 3-18 Agustus 2022 di 34 provinsi di Indonesia.

Sebanyak 1197 responden dipilih secara acak dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error ±2,89% pada tingkat kepercayaan 95%.

Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI).

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tiga Langkah Strategis Pacu Substitusi Impor 35% Sektor IKFT

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen

Dirut BNI Syariah Dituding Membuat Catatan Palsu

JAKARTA-Direktur Utama BNI Syariah Dinno Indiano dan dan Divisi Hukum