Tangkap 21 Orang Warga, TPDI Sinyalir Ada Agenda Terselubung Kapolres Mabar

Monday 6 Sep 2021, 9 : 57 am
by
pernyataan Arteria Dahlan, bisa jadi signal bahwa masih ada upaya untuk merevisi UU KPK khusus untuk melindungi sekelompok orang yang dikecualikan dari OTT KPK, tidak hanya terhadap APH tetapi juga bisa melebar kepada Anggota DPR dan orang-orang Partai.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPID), Petrus Selestinus

JAKARTA-Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) meminta Kapolda NTT mencopot Kapolres Mangarai Barat  (Mabar), AKBP Bambang Hari Wibowo lantaran tindakannya bertentangan dengan hukum dengan menangkap dan menahan 21 warga di Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar.

Disinyalir, Kapolres Mabar memiliki agenda terselubung dibalik tindakan destruktifnya ini

“Ini Kapolres Mabar, orang kurang kerjaan. Bahkan memiliki motif tertentu di balik tindakannya yang destruktif. Karena budaya adalah senjata untuk melawan radikalisme, jika merongrong budaya Manggarai Barat, akan memberi karpet merah buat radikalisme tumbuh subur di Manggarai Barat,” tegas Koordinator TPDI, Petrus Selestinus di Jakarta, Senin (6/9).

Petrus menegaskan, tindakan Kapolres Mabar ini jelas merusak program dan visi Kapolri Jend Pol Listyo Sigit Prabowo, yaitu melalui penegakan hukum, merawat kebhinekaan menghormati dan mengayomi masyarakat.

Hal ini tentu saja  melukai tradisi budaya dan hak-hak tradisonal yang melekat dalam setiap individu orang-orang Manggarai Barat.

Karena itu, Petrus mendesak Kapolres Mabar segera melepaskan dan menghentikan penyidikan atas 21  laki-laki di tahanan Rutan Polres Manggarai Barat.

“Kepada Kapolda NTT dimohon supaya “copot dan tarik kembali dan/atau pulangkan saja ke kampung halamannya AKBP Bambang Heru Wibowo. Berilah dia kesempatan untuk belajar kembali tentang bagaimana cara untuk menghargai, menghormati dan mengayomi masyarakat dan budaya setempat dimana dia berada,” ujarnya.

“Ingat kata pepatah, “dimana bumi diinjak, di situ langit dijunjung tinggi”,” tuturnya.

Sebelumnya, Kapolres Mabar menangkap 21 orang lantaran diduga mengganggu ketertiban umum hanya karena warga membawa parang di sekitar rumah atau jalan di Kampung/ Desanya.

Hal ini merupakan tindakan sewenang-wenang yang menginjak-injak kultur orang Flores, NTT.

Padahal, perbuatan mambawa parang dan pisau bagi laki-laki Flores atau NTT pada umumnya adalah bagian dari tradisi budaya warisan leluhur yang melekat dalam kesatuan-satuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup.

Bahkan negara mengakui karenanya wajib hukumnya untuk dihormati oleh siapapun juga.

Termasuk  AKBP Bambang Hari Wibowo, sebagai Kapolres yang adalah alat negara Penegak Hukum.

Petrus menegaskan, tindakan Kapolres Mabar menangkap 21 warga yang sedang membawa parang di sekitar kampung halamannya dengan alasan mengganggu ketertiban umum justru berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Apalagi melarang dan menindak laki-laki Flores membawa parang di dalam lingkungan kerja dan rumah tinggal sehari-hari.

Larangan ini  bisa menyulut amarah laki-laki se- Manggarai Barat, karena telah menginjak-injak budaya orang Flores.

Pelarangan dan penindakan terhadap 21 orang ini sama saja dengan menginjak-injak tradisi budaya dan hak-hak tradisional masyarakat Manggarai Barat.

Padahal laki-laki Manggarai Barat yang membawa parang atau pisau dilindungi oleh pasal 18 UUD 1945, dan pasal 2 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1951, yaitu, tidak termasuk barang yang nyata-nyata untuk dipergunakan dalam pertanian, atau pekerjaan rumah tangga atau nyata-nyata sebagai barang-barang pusaka tradisonal, sebagai bagian dari tradisi budaya.

Copot Kapolres Mabar

Bagi orang Flores atau NTT pada umumnya, perbuatan laki-laki membawa parang atau pisau dalam kesehariannya di kampung, desa, kecamatan bahkan hingga antar kabupaten di Flores/NTT merupakan simbol kebijakan dan kenyamanan yang melekat sebagai tradisi dalam sikap untuk menjaga ketertiban umum.

Dengan membawa parang atau pisau, akan memastikan bahwa laki-laki Flores memenuhi kewajibannya untuk menjaga dan siaga melindungi keluarganya, kampung halamannya dan kepentingan umum di wilayahnya dari gangguan keamanan yang datang dari pihak lain yang berkehendak tidak baik.

“Oleh karena itu jika tindakan Kapolres AKBP. Bambang Heru Wibowo menindak 21 laki-laki di Desa Golo Mori, didasarkan pada kehendak tidak baik dengan menyalahgunakan jabatannya maka cepat atau lambat dia akan berhadapan dengan laki-laki Manggarai Barat secara adat dan budaya dalam soal ini,” tegasnya.

Dia menilai, Kapolres Mabar ini nyata-nyata tidak tahu adat, tidak menjunjung tinggi tradisi budaya orang Manggarai Barat serta melanggar konstitusi dan pasal 2 ayat (2) UU Darurat No. 12 Tahun 1951.

“Maka Kapolda NTT segera mencopot jabatan AKBP. Bambang Heru Wibowo selaku Kapolres Mabar, tarik kembali dan pulangkan ke kampung halamannya untuk belajar bagaimana menghargai budaya orang lain,” pungkasnya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

SBY Tak Restui Deklarasi Dukungan Ruhut

JAKARTA-Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  kesal

Reformasi Birokrasi, Langkah Awal Menuju Indonesia Modern

JAKARTA-Reformasi birokrasi yang dilakukan selama lima tahun ini merupakan langkah