Tragedi Pembangkangan Kemanusiaan Dengan Dalih Turunkan Jokowi

Sunday 4 Jul 2021, 12 : 07 pm
by
Nuryaman Berry Hariyanto, Aktivis'98, Waketum BARIKADE'98

Oleh: Nuryaman Berry Hariyanto

AWAL Juli 2021, Indonesia memasuki masa yang disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Penerapan ini diberlakukan khusus untuk wilayah Jawa dan Bali, 3-20 Juli 2021.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung yang mengumumkannya, Kamis (1/7/21), di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Maka, selama PPKM Darurat, semua kegiatan perkantoran dilakukan di rumah atau 100 persen work from home (WFH).

Meskipun, ada kelonggaran bagi pekerja di sektor esensial. Mereka diizinkan menerapkan 50 persen bekerja dari kantor.

Cakupan sektor esensial di antaranya bidang keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.

Sesungguhnya, kondisi PPKM Darurat ini bisa dimanfaatkan oleh kita untuk meningkatkan berbagai kegiatan positif personal, seperti kontemplasi, quality time bersama keluarga dan berolahraga di sekitaran rumah untuk menjaga kebugaran tubuh.

Selanjutnya, bisa juga untuk peningkatan kualitas ibadah kepada Sang Maha Pencipta, memperdalam ilmu dengan banyak “membaca” baik secara lahiriah maupun batiniah, serta beragam kegiatan positif lainnya.

Pemberlakuan PPKM Darurat ini bertujuan untuk menekan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia yang semakin tidak terkendali.

Di mana, penambahan kasus harian kembali memecahkan rekor dengan bertambah 27.913 kasus dalam sehari pada Sabtu (3/7/21) dengan sebaran kasus DKI Jakarta 9.702, diikuti Jawa Barat 5.393 dan Jawa Tengah 3.224 kasus.

Pertanyaannya, apakah ini semata-mata hanya tanggung jawab pemerintah, pusat maupun daerah? Jawabannya jelas bukan. Kondisi ekstra ordinary kemanusiaan ini tanggung jawab seluruh elemen masyarakat dan segenap anak bangsa yang masih memiliki kepekaan nurani.

Apalah artinya peraturan dengan menerjunkan ribuan personel aparat jika masyarakatnya tidak disiplin dan tidak tertib, serta abai dan tidak ketat dalam menjalankan protokol kesehatan.

Bahkan, ada yang lebih parah dari sekadar abai. Mereka sengaja melawan imbauan dan intruksi pemerintah dengan argumentasi halusinasi bahwa Covid 19 itu tidak ada, ini bagian dari konspirasi internasional, jangan mau tunduk dengan aturan Jokowi, sampai mengajak masyarakat melakukan pembangkangan.

Terbukti, ada Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang mengolok-olok Presiden Jokowi dengan sebutan The King of Lip Service, ada mahasiswa dengan label Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) yang menyerukan panggilan revolusi, dan ada juga BEM (Seluruh Indonesia) SI yang menyerukan konsolidasi Nasional menggalang perlawanan rakyat.

Lalu, ada Presidium Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) se-Jawa yang meminta Presiden Jokowi mundur secara terhormat, ada partai Ummat besutan Amien Rais yang meminta Presiden Jokowi mundur lantaran gagal berangkatkan calon jemaah haji tahun ini–padahal itu keputusan dari Arab Saudi–serta ada Eggy Sujana atas nama Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mencetuskan hari pembangkangan untuk menuntut Jokowi mundur.

Mereka semua adalah begundal-begundal politik yang tidak punya sense of crisis terhadap kondisi bangsanya. Di kepala mereka hanya berisi tentang kebencian terhadap Presiden Jokowi. Memprovokasi rakyat untuk bergerak “menghajar” Presiden tanpa memaparkan akar argumentasi yang jelas serta tidak menberikan solusi kostruktif sama sekali.

Di mindset mereka hanya berisi politik busuk, aroma kebencian, dan di hasrat mereka hanya ada bagaimana mendapatkan aliran logistik dari bohir-bohir yang selama ini ingin menjatuhkan Presiden Jokowi sehingga kemudian mereka bisa mendapatkan keuntungan. Jahat bukan?!

Dengan melihat kondisi tersebut, kesimpulannya ada Tragedi Pembangkangan Kemanusiaan dengan Dalih Menurunkan Jokowi di tengah jalan di saat pandemi Covid 19 merebak.

Tapi ingat, tidak akan semudah itu bung! Masih banyak barisan progressif revolusioner yang siap menjaga tetap berkibarnya panji-panji merah putih dari rongrongan begundal-begundal politik seperti kalian.

Tapi, bagaimanapun kondisinya, ini menjadi alarm tanda bahaya bagi kita semua sebagai sebuah bangsa. Ternyata, kita belum tuntas memahami sekaligus memaknai “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” yang memiliki tujuan akhirnya “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Vivere Pericoloso.

Penulis adalah Aktivis’98, Waketum BARIKADE’98 di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

THR

Sumber Alfaria Trijaya Cetak Laba Rp3,40 Triliun pada 2023

JAKARTA – PT Sumber Alfaria Trijaya  Tbk (AMRT) membukukan laba Rp3,40

Nusantara Mengaji Ajak Para Napi Khataman Al-Quran

JAKARTA-Lantunan ayat-ayat Al-Quran akan menggema di seluruh lembaga pemasyarakatan (Lapas)