UU Ormas Tak Bela Kepentingan Kapitalis

Monday 15 Jul 2013, 5 : 01 pm

JAKARTA-Rencana 99 ormas untuk melakukan judicial review terhadap UU Ormas mendapat dukungan kuat. Apalagi keberadaan UU Ormas ini tanpa pijakan yang jelas. “Saya bingung dengan UU ini, terlebih mengabaikan NU, Muhammadiyah, PGI, KWI dan lainnya. Apakah ini tanda sebagai kegamangan demokrasi?,” kata pengamat politik Fachry Ali dalam diskusi  “UU Ormas dan Pembangkangan Sipil” bersama Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari dan  dan Romo Benny Susetyo dari Koalisi Kebebasan Berserikat di akarta, Senin (15/7/2013).

Menurut Fachry, pembentukan UU Ormas ini tidak terlihat arahnya kemana, apakah membela kepentingan kapitalis ataukah membela kepentingan rakyat. “Negara justru tak terlihat membela kelas kapitalis dan juga tak berpihak pada kelas bawah,” tegasnya.

Bahkan Fachry Ali juga mengaku bingung melihat dibentuknya UU Ormas ini. “Kalau sekedar khawatir dengan FPI, HTI, dan gerakan Abu Bakar Ba’asyir, maka UU ini tak tepat,” tuturnya.

Apalagi kata Fachry, mengabaikan suara NU dan Muhammadiyah, di mana kedua organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia itu sudah lahir sebelum Indonesia merdeka.  “NU dan Muhammadiyah sudah mampu mengorganisir dirinya, tanpa keterlibatan pemerintah dan DPR. Jadi, UU Ormas ini tanpa pijakan, konsep, dan tujuan yang jelas. Untuk itu pula saya menolak UU Ormas ini,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari mengaku mengkhawatirkan terjadinya pembangkangan sipil terhadap UU Ormas yang telah disahkan DPR. “Yang kita khawatirkan dengan UU Ormas ini terjadi pembangkangan sipil, karena banyak kalangan yang menolak terhadap UU Ormas ini. Itu artinya meski presiden dan DPR sebagai hasil pemilu yang demokratis dan sebagai pemenang, tetap tak boleh membuat kebijakan tanpa melibatkan partisipasi rakyat, termasuk yang menentang,” katanya.

Menurut Politisi Golkar ini, kelompok-kelompok yang menolak UU Ormas itu, ternyata tidak akan melakukan pembangkangan sipil, melainkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Langkah itu tepat, karena sebuah UU memang tak boleh bertentangan dengan konstitusi-UUD 1945 itu sendiri,” tambahnya.

Sedangkan Romo Benny Susetyo, melihat semangat dari UU Ormas itu hanya sebagai bentuk kekhawatiran dan ketakutan pemerintah dan DPR RI terhadap ormas yang kritis selama ini. “Saya curiga UU Ormas ini untuk kepentingan pemilu 2014, di mana satu dua tiga orang bisa membentuk ormas semacam sepeda ontel, lalu mendaftar ke Kemendagri, dan kemudian bisa mendapat anggaran Rp 40 juta. “Saya melihat urgensi UU ini tak jelas dan bahkan tak ada,” katanya.

Juga mengenai pengaturan tranparansi dana termasuk dana asing. Pasal ini menurut Romo, sebagai antisipasi terhadap ormas yang kritis seperti ICW, Walhi dan sebagainya, yang menerima bantuan dana asing bisa ‘dibunuh’, dan ini bisa mematikan demokrasi. “Bahkan media yang kritis tak bisa bebas lagi, jika tak mampu melaporkan dana secara transparan. Untuk itu kami bersama NU, Muhammadiyah, KWI, PGI, dll tetap menolah UU Ormas ini dan menggugat ke MK. Semoga MK tetap independen,” tegas Romo. **can

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Cadev Meningkat Menjadi US$107,0 Miliar

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir

BI:Pertumbuhan Tahunan Penjualan Eceran Melambat

JAKARTA-Hasil Survei Penjualan Eceran pada Desember 2014 mengindikasikan bahwa secara