Fauzi: Stop Pembayaran Obligasi Rekapitalisasi

Friday 1 Mar 2013, 1 : 47 pm
by
Anggota Komisi XI DPR, Abdilla Fauzi Achmad

JAKARTA- Dewan Perwakilan Rakat (DPR) akan terus berjuang menghentikan pembayaran obligasi rekapitalisasi perbankan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) karena dinilai menggerogoti kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi stimulus pembangunan.

Bahkan, Komisi XI DPR sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) Bunga Obligasi Rekap.

Anggota Komisi XI DPR, Abdilla Fauzi Achmad, menjelaskan, salah satu langkah yang ditempuh Dewan adalah melalui pembahasan APBN-P 2013 mendatang.

“Kalau soal obligasi rekap, sikap saya sudah jelas. Saya akan menginisiasi itu nanti di APBNP 2013 agar distop sebab tidak layak membebani APBN,” tegas Fauzi di Jakarta, Jumat (1/3).

Beberapa waktu lalu, kalangan DPR meminta pemerintah untuk menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap dalam pembahahasan APBN 2013 mendatang.

Pasalnya, bank penerima obligasi rekap ini sudah mencatatkan laba yang besar.

Bahkan, bank-bank ini juga sudah bisa memberikan bonus tahunan yang sangat besar kepada para direksinya.

Menurut dia, pembayaran bunga obligasi rekap saat ini sangat membebani keuangan negara yang seharusnya dapat dipergunakan untuk belanja infrastruktur.

“Obligasi itu merupakan wujud pembiayaan orang miskin untuk kepentingan orang kaya,” kata Fauzi.

Fauzi menjelaskan, kekuatan APBN sebagai motor yang menggerakkan pembangunan menjadi lumpuh karena anggaran habis untuk bayar hutang.

Hal ini membuktikan besarnya persoalan ketidakadilan dibalik kebijakan penyehatan perbankan nasional.

Pasalnya, biaya penyehatan perbankan bersumber dari pajaknya seluruh rakyat di seantero negeri ini.

“Rakyatlah yang membiayai pemilik bank,” kata dia.

Karena itu kata dia, belum terlambat bagi pemerintah untuk mengoreksi pembayaran obligasi rekap ini.

Seharusnya jelas dia,  dana yang digunakan untuk membayar bunga rekapitalisasi eks bank penerima BLBI untuk kepentingan rakyat.

Apalagi dana besaran dana APBN yang ada selama ini memang semuanya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat.

“Dari dulu saya tidak setuju kalau status obligasi rekap ini diubah dari non tradeable menjadi tradeable karena ini sama saja mengaburkan jejal obligasi rekap yang merupakan warisan BLBI,” tegs  dia.

Selain itu  lanjut Fauzi, perubahan status obligasi rekap bisa diperjualbelikan di pasar skunder  sama saja membuka pintu masuk perbankan asing untuk menguasai bank-bank nasional dengan lebih dominan.

“Bank-bank kita yang besar-besar, dikuasai asing. Apa kita mau menyerahkan semua bank kita ke asing,” ujar dia dengan nada tanya.

Dia mengenaskan, kebijakan rekap yang dibuat pemerintah semasa krisis 1998 telah gagal mengemban tugasnya sebagai lembaga intermediasi setelah sebelumnya mendapat suntikan modal dari APBN.

Meskipun telah berhasil membuat bank-bnak sekarat beroperasi kembali sebagai bank normal, namun dalam perjalanannya kebijakan rekap menimbulkan masalah besar di bidang moneter dan fiskal.

“Jadi, saya kira, memang harus dihentikan. Saya berjuang untuk itu,” imbuh dia.

Selain menimbulkan tagihan utang dalam negeri bunga obligasi rekap sebesar 60 triliun rupiah per tahun, kebijakan tersebut hanya menghasilkan bank autis yang tidak terlalu perduli menjalankan fungsi intermediasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BI Sebut Kebutuhan Uang Tunai Naik 13,5 Persen Jelang Lebaran 2019

JAKARTA Bank Indonesia (BI) mencatat terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai

Deklarasi Karsa Jilid 2 Mundur

SURABAYA-Bakal Calon Wakil Gubernur Jawa Timur Saefullah Yusuf memastikan bahwa