JK: Sektor Konsumtif Tak Memberikan Multiplier Effects

Tuesday 18 Nov 2014, 9 : 21 pm
by
Wapres Jusuf Kalla

JAKARTA-Pengambilan sebuah keputusan selalu dihadap pada risiko, baik risiko besar maupun kecil. Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi juga memiliki risikonya, tetapi ada manfaatnya sehingga keputusan diambil pemerintah.

“Kita tidak bisa memilih tanpa risiko. Tiap hari kita berbicara kemungkinan risiko dan ujungnya diupayakan agar diperoleh manfaat yang lebih besar dari risikonya. Disitulah perlu tata kelola, memperkecil risiko dan meningkatkan manfaat,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Risk and Governance Summit 2014 di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Selasa (18/11).

Bahkan, kata Wapres, pengumuman keputusan kenaikan harga BBM subsidi dilakukan sendiri oleh Presiden Joko Widodo. “Kita putuskan jam-jam terakhir untuk dibacakan Presiden. Kita siap menanggung risiko dan siap tidak popular,” ujarnya.

JK kembali menegaskan keputusan kenaikan harga BBM subsidi dilakukan karena subsidi sudah tidak tepat sasaran.

Dan kenaikan ini dilakukan untuk mengalihkan subsidi konsumtif menjadi subsidi yang produktif, seperti dialihkan ke bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.

Pasalnya, terlalu besarnya anggaran pemerintah untuk pengeluaran rutin, birokrasi dan subsidi adalah penyebab ketidakmampuan APBN menstimulasi perekonomian negara.

Padahal, APBN ini, salah satu dari dua instrumen yang dimiliki pemerintah untuk untuk mempengaruhi ekonomi nasional. “Anggaran negara dibelanjakan kepada sektor-sektor konsumtif yang tidak memberikan multiplier effects,” ucapnya.

Instrumen lainnya yang dimiliki pemerintah adalah kebijakan. Seringkali pemerintah terlambat mengambil keputusan bahkan terkadang melakukan pembiaran.

Hal ini, tidak akan terjadi lagi, karena pemerintah menyadari pentingnya kecepatan dalam bertindak. “Dalam hal penegakan hukum kita ingin keras, tapi kadang menimbulkan kelambatan, sehingga tidak ada keputusan,” tuturnya.

Pemerintah juga akan menetapkan standar-standar dalam kebijakan berinvestasi. Aturan-aturan tentang pembangunan pembangkit listrik, jalan tol dan investasi di bidang energi akan diperjelas.

“Tanpa APBN yang baik dan kebijakan yang lambat akan memberikan pengaruh buruk pada perekonomian,” ujarnya.

Tetapi kondisi APBN yang sangat timpang dalam beberapat tahun ini, justru memberikan keyakinan Wapres bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dipacu hingga 7 persen.

“Kalau kita ingin tumbuh 7 persen ada idle capacity yang dapat ditingkatkan. Anggaran kita perbaiki, kecepatan kita perbaiki,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pansel KPK

Petrus Selestinus: Waspadai Protes Pegawai KPK

JAKARTA-Pada tahun 2020, sebanyak 9 (sembilan) provinsi, 224 Kabupaten dan

Ribuan Massa Penuhi Benteng Vastenburg Solo

SURAKARTA  – Pasangan capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar