Kenaikan Harga Minyak Dunia Penyebab Meningkatnya Volatilits di Pasar Global

Friday 20 Oct 2023, 6 : 43 am
by
ilustrasi

JAKARTA-Senior Portfolio Manager, Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Caroline Rusli, CFA menegaskan kenaikan harga minyak dunia dan perbedaan perspektif antar pelaku pasar yang mengharapkan suku bunga segera turun dan The Fed yang memandang bahwa kebijakan suku bunga dapat tetap restriktif lebih lama ‘higher for longer’ menjadi penyebab dominan meningkatnya volatilitas di pasar global.

Menurutnya, kondisi ekonomi Amerika Serikat yang masih tergolong kuat memaksa The Fed untuk tidak buru-buru menurunkan suku bunga, seperti yang ditunjukkan oleh proyeksi suku bunga di akhir tahun 2024 yang meningkat menjadi 5,1%, dari sebelumnya 4,6%.

Afirmasi ‘higher for longer’ juga terlihat dari perkiraan proyeksi data makroekonomi Amerika Serikat yang diterbitkan oleh The Fed di bulan September lebih baik dibandingkan ekspektasi sebelumnya.

Kondisi ini langsung menyebabkan lonjakan pada imbal hasil US Treasury dan ‘memaksa’ imbal hasil obligasi negara lain termasuk Indonesia naik.

“Sisi positif dari proyeksi ekonomi yang optimis tersebut adalah terbukanya peluang perlambatan tanpa memberikan tekanan berlebihan pada perekonomian,” imbuhnya.

Mengacu pada proyeksi makroekonomi yang dikeluarkan oleh The Fed di bulan September terlihat bahwa penurunan suku bunga baru terjadi di tahun 2024, tidak ‘sesegera’ –misalnya di tahun ini – seperti yang diharapkan oleh pasar.

Kondisi ekonomi AS yang masih kuat membuat pembicaraan tentang pemangkasan suku bunga menjadi tertunda ke tahun depan.

Proyeksi siklus pelonggaran suku bunga dalam laporan makroekonomi The Fed yang diterbitkan September lalu menarik untuk dicermati, di mana suku bunga dalam tiga tahun mendatang diperkirakan hanya akan turun sebesar 270bps dari 5,6% di 2023 menjadi 2,9% di 2026.

Jika hal ini terjadi, maka akan menjadi siklus pelonggaran suku bunga paling lambat yang pernah dijalankan oleh The Fed.

Sementara data historis menunjukkan bahwa setelah kenaikan suku bunga yang agresif, The Fed cenderung melakukan penurunan yang lebih agresif dalam beberapa tahun mendatang.

Misalnya terjadi pelonggaran sebesar 550bps selama 2.5 tahun di 2000-2003 dan sebesar 675bps selama 3 tahun di 1989-1992.

“Jika ternyata penurunan suku bunga bisa lebih besar dari perkiraan maka dapat menjadi katalis positif bagi pasar,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Haus Kekuasaan, Ciri Narasi Politik SARA

JAKARTA-Elite politik hendaknya tidak lagi mengedepankan komunikasi politik SARA. Apalagi

BEI Tingkatkan Keamanan Hadapi Serangan Ransonware

JAKARTA-Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan fenomena serangan siber di dunia