Bila diamati, aksi terorisme merupakan akibat dari rasa ketidakpuasan, kekecewaan, dan keputusasaan kelompok tertentu di berbagai persoalan. Bisa jadi, teroris kecewa terhadap kondisi atau persoalan politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Lalu ia berulah supaya mendapatkan perhatian.
Ia ibarat anak kecil yang tidak perlu berpikir akibat yang akan muncul. Serupa anak kecil, ia melempar kaca supaya kehendaknya dikabulkan orangtua atau keluarganya. Tetapi, teroris tidak sama persis dengan anak kecil karena mereka makhluk dewasa yang keliru dalam berkeyakinan terhadap yang dianggapnya benar dari perspektif ia berdiri.
Selain itu, teror ini sesungguhnya bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri. Ia bersifat interaksionisme dan dapat dikelompokkan ke dalam kejahatan balas dendam (hate crimes). Namun demikian, bentuk aksi balas dendam kayaknya nggak gitu juga keles. Sebab republik ini tidak antidialog dimana perbedaan cara pandang tidak serta merta harus diselesaikan dengan model Barbarian. Sebab, semua agama selalu memulai perundingan atau bertemu dengan perdamaian. Di sinilah perlu kesepahaman untuk mengatakan tidak pada terorisme.
Ada hal yang dilupakan kelompok terorisme ini bahwa teror sebenarnya bukan merupakan tindakan yang seksi lagi. Bila diperhatikan, saat terjadi teror di Thamrin pertengahan Januari lalu, sejumlah publik melawan dengan mengatakan “Kami tidak takut teror.” Dari risalah ini, teroris perlu melakukan revolusi mental dengan membuat aksi yang lebih populis-inovtaif supaya mendapatkan perhatian publik. Bom bunuh diri, meledakkan fasum (fasilitas umum) maupun tempat vital dengan atau tanpa korban, ia adalah masa lalu. Dus, teroris pada akhirnya menjadi common enemy dan teralienasi.
Tentang keterasingan ini, Karl Marx muda telah mengekspresikan dalam tulisan-tulisannya, terutama dalam Manuskrip (1844) yang merujuk ke pemisahan hal-hal yang secara alamiah milik bersama, atau membangun antagonisme di antara hal-hal yang sudah berada dalam keselarasan. Ini mengacu ke alienasi sosial seseorang dari aspek-aspek hakikat kemanusiaannya (species-essence).