Produk domestik bruto (PDB) AS di kuartal dua tumbuh 2,4%, lebih tinggi dari ekspektasi (1,8%) dan PDB di kuartal satu (2,0%).
Selain itu, indeks manajer pembelian (PMI) AS di sektor jasa konsisten berada di zona ekspansi dan sektor tenaga kerja juga tetap kuat.
Di sisi lain, ekonomi yang resilien memberi tantangan bagi bank sentral, karena inflasi lebih persisten dan suku bunga bertahan tinggi lebih lama.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings pun menurunkan peringkat kredit AS dari AAA menjadi AA+.
Hal ini disebabkan oleh penurunan yang berkelanjutan dalam standar tata kelola dan masalah plafon utang AS.
Berbeda dengan AS, proyeksi pertumbuhan ekonomi China justru terus direvisi turun sejak Mei 2023 seiring data ekonomi China yang lebih rendah dari ekspektasi.
PDB kuartal dua China yang sebesar 6,3% lebih rendah dari ekspektasi 7,3%.
Selain itu, penjualan ritel hanya tumbuh 3,1% di bulan Juni 2023, PMI sektor manufaktur di zona kontraksi dan PMI sektor jasa juga terus melemah.
Program stimulus pun menjadi harapan untuk menopang momentum pemulihan ekonomi China.
Secara umum, kondisi inflasi dan kebijakan suku bunga di kawasan Asia relatif lebih kondusif dibandingkan di kawasan negara maju. Pada mayoritas negara Asia, inflasi telah mencapai target bank sentral dan inflasi terus menjinak, membuka ruang pemangkasan suku bunga.
Di sisi lain, selisih suku bunga dengan Fed Funds Rate yang menyempit menjadi faktor yang membatasi ruang gerak bank sentral kawasan Asia.
Pelonggaran prematur dikhawatirkan dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar.
“Langkah kebijakan bank sentral Asia diperkirakan akan menunggu arah perubahan dari The Fed,” terang Ezra.
Pasar domestik
Berbicara pasar domestik, Katarina mengutarakan,” meski The Fed masih menaikkan suku bunga, namun Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan tingkat suku bunga di level saat ini.