Caranya adalah UU migas yang dibuat oleh Bung Karno dan dilanjutkan oleh Soeharto, diganti oleh pengkhianat reformasi dengan UU 22 tahun 2001 tentang Migas.
Hasilnya ? Migas jatuh ke tangan perusahaan asing.
Pertamina yang sebelumnya raksasa berubah menjadi kurcaci. produksi migas menurun.
Biaya produksi migas (cost recovery) meningkat.
Pendapatan negara yang pada era orde baru 75 persen ditopang migas, sekarang hanya tinggal setetes.
Penghancuran fondasi utama ekonomi negara oleh asing, antek antek asing, para taipan, antek para taipan, yang tujuan mereka cuma satu yakni bagaimana memindahkan aset negara menjadi kekayaan pribadi.
Kisah perusahaan Tembakau vs Pertamina inilah yang harus disaksikan oleh presiden Jokowi, dipahami oleh para arsitek hukum dan ekonomi di sekeliling presiden, bahwa untuk mendapatkan uang/dana untuk pembangunan infrastruktur bukan dengan memburu uang Arab, Amerika dan China. Itu bukan cara suatu negara mencari uang.