Pemerintahan Jokowi Disarankan Hati-Hati Kelola Ekonomi

Monday 25 Aug 2014, 5 : 44 pm
by
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah

JAKARTA-Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) diminta  mempertahankan kebijakan ekonomi yang disiplin dan berhati-hati agar perekonomian nasional terus tumbuh kuat dan  berkualitas dalam mewujudkan pembangunan yang sedang berjalan.

Prinsip kehati-hatian dalam mengelola ekonomi sangat penting, mengingat pemerintahan mendatang menghadapi tantangan ekonomi yang tidak ringan.

Selain dibayangi angka inflasi yang tinggi, pemerintah juga perlu mewaspadai normalisasi moneter dunia, dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang  direncanakan akan dilakukan tahun 2015.

“Koordinasi dan bauran kebijakan baik di sector fiskal, moneter dan riil perlu terus ditingkatkan sebagai manivestasi kedisipilinan serta kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan perekonomian nasional,” saran Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI),  Firmanzah di Jakarta, Senin (25/8).

Di tingkat global, jelasnya saat ini ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di Eropa berada di bawah perkiraan Bank Sentral Eropa (ECB).

Bahkan secara rata-rata pertumbuhan PDB di kawasan Euro diperkirakan hanya mencapai 0.1 persen pada kuartal kedua, yang berati lebih rendah dari kuartal pertama sebesar 0,2 persen.

Ekonomi Jerman ujarnta berkontraksi 0.2 persen.

Sementara,  Perancis dilaporkan mengalami stagnasi pertumbuhan dengan ancaman defisit di atas 4 persen.

Sedangkan,  Italia kembali meneruskan tren kontraksi mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Adapun di Eropa Timur khususnya Polandia, Ceko, dan Rumania juga menunjukkan perlambatan bahkan ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1 persen pada kuartal 2/2014.

“Kondisi di atas juga diperburuk oleh situasi politik Zona Euro dengan perseteruan Rusia dan Ukraina yang menyebabkan potensi terhentinya bantuan Internasional ke kawasan ini,” urainya.

Karena itu, Firmanzah memahami jika ECB pada Juli lalu mengumumkan, kawasan zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut.

ECB telah melaporkan inflasi yang sangat rendah bulan Juli lalu di level 0.4 persen, yang merupakan inflasi terlambat sejak tahun 2009.

Inflasi yang di bawah 1 persen ini, lanjutnya,  dipandang banyak kalangan akan semakin menyulitkan otoritas kawasan tersebut untuk mendorong pemulihan di kawasan Eropa.

Karena itu, ECB mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga murah ke level 0.15 persen, atau lebih rendah dari saat ini sebesar 0.25 persen.

Firmanzah menilai, ekspektasi inflasi kawasan Euro yang didesain 2 persen oleh ECB untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sepertinya sulit untuk diwujudkan.

Ia mengingatkan, deflasi yang terlalu rendah memiliki efek yang sama dengan inflasi yang terlalu tinggi.

Karena itu, lanjutnya, inflasi perlu dijaga dalam rentan yang aman dan memungkinkan ekonomi terus tumbuh namun tidak membahayakan fundamental ekonomi.

“Negara-negara kawasan Euro yang menghadapi risiko inflasi rendah (deflasi) seperti Portugal, Spanyol dan Italia diperkirakan akan semakin membebani pemulihan kawasan Euro dengan target inflasi yang disampaikan ECB,” jelasnya.

“Italia kini menghadapi persoalan hutang yang sangat serius dimana rasio hutang terhadap PDB telah mencapai 135.6 persen, sementara rasio hutang Portugal juga meningkat ke level 132.9 persen. Belajar dari realita yang terjadi di kawasan Euro, pengelolaan risiko inflasi menjadi sangat relevan bagi perekonomian nasional,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tarif Disubsidi, Menhub: Bulan Depan, MRT Jakarta Akan Beroperasi

JAKARTA-Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menargetkan Mass Rapid Transit

Gowa Makasar Tourism Development Siap Stock Split Jadi Rp50 per Saham

JAKARTA-PT Gowa Makasar Tourism Development Tbk (GMTD) mengumumkan, berencana untuk