Drama politik yang kita saksikan di Tahun Politik itu menunjukkan pengabaian nilai-nilai moral itu.
Kita juga menyaksikan dalam drama politik itu para aktor yang mencla mencle. Lain yang diucapkan, lain pula yang dilakukan.
Hari ini bicara lain, besok bicara sebaliknya. Tanpa ada sedikit pun rasa bersalah. Tipu menipu sebagai hal yang biasa dan dianggap wajar. Ini juga sesuai dengan ajaran Machiavelli.
Kata-kata, janji yang diberikan adalah untuk kepentingan masa lalu saat kata-kata, janji itu diucapkan.
Kata-kata yang diingkari adalah untuk kepentingan saat ini.
Seseorang yang menipu selalu mendapatkan orang-orang yang membiarkan dirinya ditipu.
Seorang pangeran tidak pernah kekurangan alasan yang legitimate untuk mengingkari kata-katanya/janjinya.
Ini adalah ajaran Machiavelli yang nampaknya diterapkan dalam drama politik di Tahun Politik ini.
Dalam drama politik di Tahun Politik ini kita menyaksikan aktor-aktor Machiavellianisme, yakni aktor-aktor politik yang memiliki kepribadian manipulatif yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, tanpa peduli dengan nilai-nilai etika dan perasaan orang lain.
Aktor-aktor ini menganjurkan agar tidak perlu menggunakan perasaan dalam berpolitik.
Aktor-aktor Machiavellianism itu menggunakan perilaku manipulatif, dan cenderung menawan dan menarik, tetapi tidak pernah bisa diduga perubahan perilakunya.
Dalam “All About Machiavellianism” (https://psychcentral.com/lib/machiavellianism), diungkapkan bahwa kepribadian yang Machiavellianism itu memiliki karakter manipulatif, menipu, ambisius, minim empathy, fokus pada kepentingan pribadi, memandang semua orang sebagai musuh, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.