TPDI: Putusan MA Soal TWK Tamparan Keras Bagi Novel Baswedan Cs

Saturday 11 Sep 2021, 1 : 25 pm
by
Petrus Salestinus
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus

JAKARTA-Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan uji materiil perkara Uji Materil No : 26 P/HUM/2021, tanggal 9 Spetember 2021 yang dilayangkan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang memuat tentang tes wawasan kebangsaan (TWK).

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai putusan MA ini merupakan tanparan keras sekaligus harus menjadi pembelajaran berharga bagi Ombudsman RI dan Komnas HAM dalam penggunaan wewenang dan bagi 57 Pegawai KPK nonaktif dalam memilih upaya hukum.

“Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. : 70/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK No. : 34/PUU-XIX/2021 serta Putusan MA No. : 26/P/HUM/ 2021 yang amarnya “Menolak Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Pemohon I, Yudi Purnomo dan Pemohon II, Farid Andhika,” sekaligus menutup ambisi 57 Pegawai KPK nonaktif  dapat menjadi ASN pada KPK meski TMS, bahkan mereka menganggap TWK KPK tidak memiliki landasan hukum,” ujar Petrus di Jakarta, Sabtu (11/9).

Menurutnya, hakim MK dan MA dalam putusannya, telah mempertimbangkan semua aspek, baik aspek pembentukan norma, maupun aspek pelaksanaan TWK.

Sehingga upaya 57 Pegawai KPK nonaktif menjadi ASN pada KPK sudah tertutup.

Sedangkan bagi Pimpinan KPK, sudah tidak ada lagi hambatan yuridis dan psikologis untuk segera menerbitkan Surat Pemberhentian secara definitif terhadap 57 Pegawai KPK nonaktif tanpa harus menunggu hingga batas waktu berakhir.

Petrus menegaskan, MA dalam Pertimbangan Hukumnya menegaskan bahwa Perakom No. 1 Tahun 2021, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU 19/2019, PP 41/2020 dan Putusan MK No: 70/PUU-XVII /2019 dan Putusan MK No: 34/PUU-XIX/20 21, sedangkan hasil asesmen TWK yang mengakibatkan Para Pemohon TMS.

“Hal itu merupakan kewenangan Pemerintah, karena itu MA menolak Permohonan Uji Materiil Perkom No. : 1 Tahun 2021 dimaksud,” imbuhnya.

Putusan MA dan MK tersebut telah berimplikasi hukum pada Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) Ombudsman RI (ORI) dan Rekomendasi Komnas HAM dalam soal TWK KPK, menjadi mandul atau tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

Hal ini karena bertentangan dengan UU No. 19 Tahun 2019; PP No. : 41 Tahun 2020; Putusan MK No. : 70/PUU-XVII/2019; Putusan MK No. : 34/PUU-XIX/2021; Putusan MA No. : 26 P/HUM/2021; dan Perkom No. : 1 Tahun 2021.

Karena itu, sikap Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan sejumlah pihak lain yang mendesak agar Presiden Jokowi mengambil alih tanggung jawab dan tetap mengangkat 57 Pegawai KPK nonaktif harus dihentikan.

“Desakan itu terkandung itikad tidak baik, yaitu sebagai ranjau politik atau jebakan politik agar Presiden terjebak dalam suatu Perbuatan Melanggar Hukum, demi 57 Pegawai KPK nonaktif yang telah TMS dan telah diuji oleh putusan MK dan MA,” terangnya.

HARUS ADA PERMINTAAN MAAF

Untuk itu, jelas Petrus, pimpinan ORI dan Komnas HAM RI harus meminta maaf kepada Pimpinan KPK, BKN, Menpan-RB bahkan kepada Presiden Jokowi.

Pasalnya, Rekomendasi Komnas HAM dan LHAP ORI yang menuduh Pimpinan KPK melakukan Maladministrasi dan Pelanggaran HAM ternyata tidak terbukti.

Yang terbukti justru sebaliknya dimana Komnas HAM dan ORI-lah yang melakukan Maladimistrasi ketika memproses tuntutan 57 Pegawai KPK nonaktif.

Desakan AJI Indonesia dan beberapa pihak lainnya agar Presiden Jokowi memerintahkan Pimpinan KPK untuk mengikuti segala rekomendasi yang dihasilkan Komnas HAM dan LHAP ORI terkait TWK, tidak memiliki dasar hukum apapun, karena segala peraturan perundang-undangan terkait TWK berikut proses pelaksanaannya telah diuji dan dibenarkan oleh MK dan MA dalam putusannya yang mengikat semua pihak.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi atas nama Pemerintah harus mengabaikan desakan sejumlah pihak yang bersifat politis, agar 57 Pegawai KPK nonaktif diangkat menjadi ASN pada KPK, karena Putusan MK No. : 34/PUU-XIX/2021 dan Putusan MA No. : 26 P/HUM/2021 telah menyatakan bahwa pasal-pasal tentang Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN dan TWK di dalam peraturan perundang-undangan adalah konstitusional (formil dan materiil).

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tren Positif Hulu Migas Terus Berlanjut, 6 Blok Beralih ke Skema Gross Split

JAKARTA – Wakil Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Jabatan Hakim MK Sebaiknya Satu Periode

JAKARTA-Masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diusulkan hanya satu periode