Pada kesempatan itu, Ganjar mendengarkan cerita Jovanka, anak muda lulusan SMK jurusan mesin (perbengkelan) yang sampai sekarang belum bekerja.
Ia pernah melamar sebagai buruh pabrik, tetapi tidak diterima.
“Waktu itu mendaftar lewat calo,” ungkap Jovanka.
Nasib miris juga dirasakan Sari.
Dia bercerita kepada Ganjar, bahwa dua anaknya yang lulusan sarjana sampai sekarang belum bekerja.
Sudah empat tahun lamanya Sari menunggu kabar dari pihak calo yang telah disetorkan sejumlah uang dengan janji anaknya bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta.
“Saya sudah bayar DP (down payment/uang muka) Pak Ganjar, sebesar enam juta. Seumpama diterima nanti, saya harus lunasi dua anak 12 juta,” keluh Sari kepada Ganjar.
Sari bahkan sempat meminta kepada sang calo agar mengembalikan uangnya, namun hingga kini tidak pernah direspon.
Kemudian Ganjar menanyakan apakah, sudah pernah dilaporkan ke polisi?
Sari menjawab belum.
Mendengar jawaban itu, Ganjar langsung meminta stafnya untuk meminta nomor si calo dan Sari, untuk nantinya ditindaklanjuti.
Lain halnya dengan Jovanka dan Sari, Sulaeman yang juga berkesempatan menceritakan nasibnya yang di PHK gara-gara menuntut pesangonnya.
Sulaeman bergabung dengan serikat pekerja saat menuntut haknya.
“Saya bikin serikat buruh karena melihat ada ketidakadilan di dalam perusahaan. Akhirnya saya dirasionalisasi (PHK), kita demo besar-besaran,” aku Sulaeman.