Forum G-20 Summit Rusia: Pak SBY, Berhentilah Memperparah Krisis Ekonomi Indonesia

Wednesday 4 Sep 2013, 3 : 45 pm
by
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Sebagaimana tengah dialami Indonesia saat ini. Dorongan-dorongan untuk memperkuat peran IMF-Bank Dunia, liberalisasi keuangan dan perdagangan, utang luar negeri, dan liberalisasi sumber-sumber agraria dan kelautan  semakin memperkokoh dominasi modal asing di Indonesia di seluruh sektor.

Resultante dari salah urus pembangunan selama ini telah menghancurkan sumber daya alam yang terus meluas dan membuat kualitas kesejahteraan masyarakat Indonesia merosot tajam.

Akibatnya, ekonomi Indonesia tidak lagi memiliki kedaulatan bahkan semakin rentan dan mengarah pada kebangkrutan. 

Sebagaimana terlihat pada pelemahan nilai rupiah terhadap dollar yang mencapai hingga Rp.11.500,-/dollar AS sejak Agustus 2013 yang lalu telah menggerus cadangan devisa Negara yang tertekan akibat pembayaran impor yang semakin melebar daripada ekspor. 

Ditambah dengan tingginya pembayaran jatuh tempo utang luar negeri swasta dan pemerintah sebanyak 27,78 miliar dolar AS, atau sekitar Rp. 305,6 triliun. 

Serta repatriasi laba perusahaan asing setiap tahun yang sedikitnya mencapai 9 miliar USD atau sekitar Rp. 99 triliun rupiah. 

Saat ini sisa cadangan devisa Indonesia hanya sebesar US$ 92,67 Miliar. Nilai ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan 5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.

Bahkan defisit perdagangan pada Juli 2013 sebesar US$ 2,3 miliar lebih tinggi dari defisit pada Juni 2013 sebesar US$ 0,9 miliar.

Merosotnya nilai tukar semakin berdampak pada naiknya tingkat inflasi, mengingat lebih dari separuh kebutuhan pangan dipasok impor, dan 70 persen kebutuhan industri nasional bersumber dari impor yang harus dibeli dengan dolar. Ketergantungan impor pangan Indonesia terhitung hingga April 2013 ini, telah mencapai US$ 2,23 Miliar.

Hal ini akan mendorong angka inflasi lebih tinggi dari per Juli 2013 yang telah mencapai 8,61%. Situasi ini pun berdampak pada pelaku ekonomi kecil, seperti pedagang tempe dan tahu serta sektor UMKM yang terhantam dengan pelemahan rupiah akibat meningkatnya harga bahan baku dan nilai inflasi.

Dalam Forum G20 Summit di Rusia, desakan liberalisasi perdagangan akan menjadi strategi penting penyelesaian krisis ekonomi global.

Salah satu agenda utama di G20Summit ke 8 ini adalah hendak mendorong agenda penguatan terhadap perdagangan multilateral WTO dengan pencapaian kesepakatan Paket Bali yang akan di dorong dalam pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke 9 WTO di Bali Desember 2013 nanti. Paket Bali, masing-masing adalah: (1) Trade Facilitation (fasilitasi Perdagangan); (2) Pertanian; (3) Paket pembangunan LDCs.

Masuknya isu Trade Facilitation ke dalam paket perundingan dalam KTM 9 WTO di Bali nanti merupakan strategi yang digunakan oleh negara maju untuk mengembalikan pembahasan New Issues (Singapore Issues) ke dalam perundingan WTO yang dahulu sempat terhenti. Trade Facilitation mendesak negara berkembang untuk semakin memfasilitasi produk impor yang berasal dari negara maju. Ketika isu ini disepakati di WTO, maka akan membuka pintu bahwa isu ini akan juga diadopsi ke dalam FTA. Hingga saat ini, Indonesia telah terikat dengan ASEAN FTA maupun bilateral dengan berbagai negara.

Forum G20 Summit ke 8 di rusia akan dijadikan legitimasi atas penyepakatan Paket Bali pada KTM 9 WTO Desember 2013 nanti di Bali. Legitimasi tersebut akan lebih menekankan pada kepentingan Negara-negara maju terhadap isu Trade Facilitation dan menutup celah bagi keberhasilan perundingan pertanian terkait Proposal G33 tentang Public Stockholding dan Food Aid. Hal ini akan merugikan Negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Oleh karena itu, Kami yang tergabung dalam Gerak Lawan, mendesak:

1.     Presiden Indonesia untuk segera mendelegitimasi G20 dengan tidak menyerahkan strategi penanganan krisis ekonomi Indonesia kepada forum G20 yang telah gagal dalam menangani krisis ekonomi global 2008 dan sekarang dampaknya telah sampai ke Indonesia.

 

2.     Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan Agenda Perdagangan Bebas WTO dan Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang telah memperparah krisis ekonomi Indonesia akibat pembukaan pasar impor.

 

3.     Pemerintah dan DPR RI untuk tidak menjadikan RUU Perdagangan dan RUU Perjanjian Internasional sebagai pintu masuk bagi perjanjian perdagangan bebas yang menjerat dan merugikan seluruh rakyat Indonesia.

 

4.     Rakyat sedunia dan gerakan sosial untuk menolak agenda liberalisasi perdagangan dunia yang digagas G20, WTO, ASEAN dan APEC.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kantor Bawaslu di Jalan MH Thamrin Nomor 14, Jakarta Pusat/Sumber Foto: Dok Bawaslu RI

Netralitas Pemilu Butuh Peran Masyarakat Guna Awasi Kerja Bawaslu-KPU

JAKARTA-Jelang dimulainya musim kampanye Pemilu 2024, Staf Khusus Ketua Dewan

Ketersediaan Infrastruktur Pacu Indonesia Jadi Negara Maju

MALANG-Pembangunan infrastruktur secara masif dan merata di seluruh pelosok tanah