Komoditi Kakao Sumbang Devisa USD 1,24 Miliar

Friday 18 Sep 2015, 2 : 19 pm
by

YOGYAKARTA-Kombinasi peningkatan produksi biji kakao dan pengembangan produk makanan minuman cokelat diyakini sanggup mendongkrak pengembangan industri berbasis pangan lokal ini.

“Jika dua strategi itu berjalan optimal, maka secara bertahap kita bisa atasi masalah kekurangan bahan baku dan mengurangi impor kakao. Bahkan kita balik hingga bisa menjadi pengekspor produk olahan kakao berupa cokelat,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat memimpin peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke-3 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta,  Kamis (17/9).

Perhatian Pemerintah ini berangkat dari peringkat Indonesia di posisi ketiga produsen biji kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. S

epanjang 2014 produksi biji kakao mencapai 370 ribu ton jika merujuk data International Cocoa Organization (ICCO).

Meski demikian, impor biji kakao terus bertambah. Jika pada tahun 2013 volume impor hanya 30,7 ribu ton maka pada 2014 membengkak tiga kali lipat menjadi 109,4 ribu ton.

Di sisi lain, ekspor kakao olahan terus melaju setiap tahun.

Tahun 2013 kakao olahan Indonesia yang dikapalkan ke luar negeri sebanyak 196,3 ribu ton lalu bertambah menjadi 242,2 ribu ton pada 2014  alias meningkat 23,3%.

“Dari tiga data itu sangat jelas artinya. Yaitu kita memang produsen kakao kelas dunia tapi juga masih kekurangan kakao karena industri olahan kakao, yang lebih dikenal sebagai produk cokelat, sangat-sangat bergairah,” ujar Saleh.

Guna mengamankan pasokan bahan baku, salah satu kebijakan pemerintah adalah pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji Kakao sejak 2010.

Hasilnya ekspor biji kakao turun dari 188,4 ribu ton pada 2013 lalu menjadi hanya sepertiganya atau 63,3 ribu ton pada tahun berikutnya.

Pada tahun 2014, jelasnya devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 miliar, dan memiliki potensi untuk terus ditingkatkan.

Pengembangan industri ini, lanjut Menperin, diharapkan makin meningkat seiring digulirkannya paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah.

“Semangat paket kebijakan itu adalah deregulasi agar motor kegiatan ekonomi terus bergerak dan menambah lapangan kerja. Juga agar investasi, termasuk kakao dan cokelat terus masuk dan menciptakan nilai tambah,” paparnya.

Masih minimnya konsumsi cokelat di Indonesia, menurut Menperin justru menunjukkan masih adanya ruang bagi pengembangan industri ini.

Salah satu upaya untuk peningkatan konsumsi cokelat adalah melalui sosialisasi maupun gerakan seperti Peringatan Hari Kakao Indonesia yang berlangsung dari 17-20 September 2015.

Acara yang siap digelar diantaranya pameran, penjualan produk, workshop, pemahatan patung cokelat, kompetisi pembuatan kue berbasis cokelat untuk para siswa/siswi SMK, yang ditujukan dalam rangka mengetahui pengetahuan dan kemampuan para siswa tentang pembuatan makanan berbasis cokelat.

Khusus tentang sosialisasi, Menperin mengusulkan perlunya penyebaran pengetahuan tentang istilah kakao dan cokelat.

“Perlu disampaikan pula bahwa produk makanan dan minuman yang lazim disebut sebagai cokelat diolah dari bahan baku yang berasal dari tanaman kakao yang banyak ditanam di Indonesia,” ujarnya.

Meski berupa pengenalan istilah dan asal-usul komoditi pangan tetapi Saleh yakin hal itu memperkuat pemahaman masyarakat tentang produk dalam negeri.

“Dari tahu lebih detail, kenal lebih dekat, selanjutnya kan menjadi cinta. Tahu tentang kakao dan cokelat, kemudian rutin mengonsumsi cokelat dalam negeri,” selorohnya.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BI-BoJ Tandatangani BSA

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) bersama Bank of Japan (BoJ) yang bertindak

Mayoritas Pemodal Domestik Belum Siap Masuk ke Asuransi

JAKARTA-Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Industri Keuangan Nonbank Otoritas Jasa