Kenapa isu utang ini bisa menjadi gorengan politik? Sebagian kita tentu masih inggat 22 tahun silam, saat Michel Camdessus, Direktur IMF menyilangkan tangan berdiri congkak didepan Presiden Soeharto yang menunduk menanda tangani Letter of Intens (LoI) dengan IMF pada 15 Januari 1998.
Dan sejak saat itu Indonesia masuk perangkap pemulihan ekonomi dalam skenario IMF, sebab pinjaman 43 miliar USD tidak cuma cuma, tak ada makan siang gratis, pinjaman disertai dengan berbagai syarat yang mengatur kedaulatan ekonomi negara.
Ada banyak investasi dan laporan media, melalui skenario IMF inilah justru membawa kehancuran ekonomi Indonesia lebih dalam.
Salah satunya laporan New York Times berjudul ‘American with Cure All Enlivens Jakarta Crisis’ yang ditulis Seth Mydans mengungkapkan pusaran krisis ekonomi Indonesia bukan diawali tumpukan utang pemerintah dan pihak swasta, tetapi justru saat kehadiran IMF. “Kami menciptakan kondisi yang mengharuskan Presiden Soeharto untuk meninggalkan kekuasaannya”, ungkap Camdessus dalam laporan tersebut
Pengalaman berurusan dengan IMF menjadi pil pahit bagi Indonesia, harganya sangat mahal. Hingga kini kita masih mengangsur Surat Utang melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp. 70 triliun.
BLBI ini sebagai konsekuensi pemerintah menuruti IMF untuk menutup 16 bank tanpa persiapan, akibatnya terjadi rush dana publik. IMF merekomendasikan pengucuran Rp. 147 triliun (kala itu) kepada 48 bank berupa bailout. Celakanya, oleh sebagian pemilik bank, dana itu di rampok.
Saya sangat berharap pemerintah lebih berhati hati, tidak mengulangi berbagai skema pinjaman luar negeri dengan berbagai resiko yang membuat kondisi bangsa dan negara makin sulit.
Bulan lalu saya sudah mendengar bahwa pemerintah telah menerima kucuran pinjaman dari Bank Dunia sebesar 300 juta USD setara Rp. 4,5 triliun untuk sektor keuangan. Semoga pinjaman itu tidak disertai berbagai syarat yang mengatur atur kebijakan negara yang berdaulat.
Mitigasi Utang
Data Kementrian Keuangan pada Februari 2020 utang pemerintah naik. Utang pemerintah naik Rp 130,63 triliun atau menjadi Rp 4.948,18 triliun per Februari 2020 dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 4.817,55 triliun atau setara 30,4% PDB.
Sesuai ketentuan Undang Undang No 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, ketentuan maksimal utang pemerintah sebesar 60% dari PDB. Maka, kondisi terkini, rasio utang pemerintah masih pada level aman jika semata melihat pertimbangan kuantitas.