Menunggu Itikad Baik SBY-Boediono

Monday 16 Dec 2013, 5 : 09 pm
by
Soesilo Bambang Yudhoyono

Tak mau dikambinghitamkan begitu saja, Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru, langsung membantah Boediono.

“LPS, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, harus melaksankaan mandat yang ditetapkan oleh KSSK maupun komite koordinasi. Tidak ada opsi lain dalam melaksanakan mandat itu karena diatur dalam undang undang,” kata Heru usai menjalani pemeriksaan KPK, belum lama ini.

Dengan silang pendirian antara mantan Gubernur BI/anggota KSSK Boediono dengan LPS ini, persoalan yang mengemuka adalah pertanyaan mengenai siapa yang sesungguhnya harus bertanggungjawab atas gelembung dana talangan sekitar Rp 6 trliun itu?

Soalnya, ketika Boediono menunjuk LPS dan pengawas bank, LPS mengklaim apa yang dilakukannya berdasarkan mandat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan).

Di sinilah ketidakjelasan itu.

Bos besar LPS adalah Ketua KSSK/Menteri Keuangan yang sudah barang tentu atasannya adalah presiden.

Dalam kerangka itu, yang muncul adalah nama Menteri keuangan (saat itu) Sri Mulyani, dan presiden SBY.

Itulah alasan utama mengapa presiden SBY perlu menunjukan itikad baiknya untuk memperjelas persoalan ini.

Sudah menjadi kenyataan bahwa ketidakjelasan pertanggungjawaban dana talangan dari LPS itu telah mencoreng reputasi pemerintahannya.

Sedangkan Boediono, sekali lagi, juga tidak bisa cuci tangan begitu saja karena dua alasan ini; pertama, fungsi pengawasan bank saat itu digenggam BI.

Kalau pengawas BI saat itu tidak prudent, gubernur BI tak bisa begitu saja menghindari tanggungjawabnya.

Kedua, dana talangan diserahkan kas, bukan transfer.

Untuk jumlah dana kas sebesar itu, hanya bank sentral (BI) yang bisa menyediakannya.

Semua bank umum dipastikan tidak mampu, apalagi jika hari penyerahannya Sabtu dan Minggu.

Likuiditas sebuah bank umum akan berantakan kalau terjadi penarikan hingga ratusan miliar per harinya.

Kalau hal ini yang terjadi, bank umum itu justru akan minta suntikan likuiditas dari BI.

Jadi, itikad baik SBY-Boediono diperlukan dan sangat relevan, karena proses pencairan dan penyerahan dana talangan itu kait mengait.

Brankas LPS tak mungkin menyimpan dana kas trliunan rupiah.

Artinya, dalam beberapa termin pencairan dan penyerahan dana kas ratusan miliar hingga mencapai akumulasi Rp 2,5 triliun – Rp 6,7 triliun itu,

LPS harus berkoordinasi dengan BI yang memiliki jumlah dana kas sebesar itu.

Kesimpulannya, ada komunikasi intens antara KSSK dan LPS di satu pihak, dengan BI di pihak lain.

Dari komunikasi yang intens itu, tampak adanya kesamaan kepentingan antara KSSK, LPS dan BI, sehingga tiga institusi ini kompak untuk tetap bekerja pada hari Sabtu dan Minggu.

Gagap

Sejak awal, para pihak yang terlibat langsung dalam perhitungan, pencairan dan penyerahan dana talangan itu sudah terlihat gagap ketika adu argumentasi sampai pada tema pertanggungjawaban.

Gagap pertama berkaitan dengan fakta bahwa semua proses hingga cairnya dana talangan sampai Rp 2,5trliun – dari rekomendasi BI Rp 632 miliar yang disetujui KSSK — tidak dilaporkan ke Wakil Presiden Yusuf Kalla sebagai pelaksana tugas (Plt) presiden saat itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tetapkan Setnov Tersangka, TPDI Nilai KPK Spektakuler

Tidak itu saja, Syahril Sabirin Gubernur Bank Indonesia (BI), Pande Nasarohana

Total Aset Hasil Merger 3 Bank Syariah Capai Rp 214,6 Triliun

JAKARTA-PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM)