Selama berjualan di Tanah Abang, Iyot telah menyaksikan pasar terbesar di Jakarta itu dilalap si jago merah sebanyak tiga kali.
Kerasnya kehidupan dan kemiskinan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi keluarga Iyot.
Ia dan anak-anaknya dapat hidup karena tekad bajanya.
Ia menyadari arti kemiskinan dan anak-anaknya dididik untuk tidak malu dengan kemiskinan. Baju baru bagi keluarga hanya ada pada waktu datangnya Hari Raya Idul Fitri.
Mimpi Iyot adalah, Dirinya ingin buah hatinya bisa belajar setinggi mungkin dan menjadi pegawai negeri. Itu saja dan sangat sederhana !
“Saya sangat tahu bagaimana perjuangan emak saya sebagai tulang punggung keluarga. Beliau tidak mau anak-anaknya mengalami kepahitan hidup seperti dirinya. Emak sudah mengalami naik turunnya gelas di dapur kopinya dari yang hanya 2 gelas per hari hingga 200 gelas satu hari satu malam. Sangat mudah dihitung berapa perolehan seharinya. Tetapi hari tidaklah selalu bersahabat dengan emak dan rejeki selalu ada takarannya. Namun banting tulang emak menjadi daya dorong yang tiada hentinya bagi saya,” ujar Deni Iskandar, yang selama satu tahun yakni 2015-2016, membantu ibunya untuk jualan kopi dari pukul 21.00 – 04.00.
Deni tahu betapa perjuangan ibunya merupakan cinta tak berujung sepanjang masa.
Deni juga menyadari bahwa cinta luar biasa emaknya tidak mungkin terbalaskan.
Namun anak tetaplah anak. Deni ingin juga menunjukkan cintanya kepada sang emak. Ketika mendapatkan uang saku saat di Roma, sebagian uang sakunya disisihkan dan dikirimkan ke emaknya di Indonesia.
Dan, alhamdulilah… uang itu tidak dilemparkan lagi oleh emaknya seperti dulu kala. Hidup adalah anugerah….
MENANGIS
Ibu Iyot menangis ketika Deni Iskandar menyelesaikan S1 dari UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Ushuluddin, Jurusan Studi Agama-Agama bulan Juli 2019.