Dengan memperhatikan 5 alasan pemecatan dr. Terawan di satu pihak dan Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik Kedokteran IDI ri pihak lain, maka sesungguhnya yang melanggar Kode Etik dan Sumpah Jabatan Kedokteran adalah IDI sendiri, sebagaimana IDI selama ini telah mengekang, membatasi bahkan mengamputasi penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara yang telah dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan diakui oleh publik.
Meskipun dalam Rekomendasi Muktamar IDI dikemukakan sejumlah alasan, akan tetapi jika dilihat dari rekam jejak dan prestasi dr. Terawan dan ketentuan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik IDI, maka dr. Terawan seharusnya diberikan penghargaan dalam forum Muktamar IDI di Aceh, bukan sebaliknya dipecat dari IDI.
Artinya alasan-alasan pemecatan terhadap dr. Terawan oleh IDI, sangat tidak berdasar dan tidak kompatibel dengan sejumlah fakta berupa prestasi cemerlang yang digapai dr. Terawan sebagaimana testimoni dan apresiasi publik sebagai ungkapan kepuasan atas pelayanan kesehatan oleh dr. Terawan selama ini.
“Karena itu IDI patut diduga berada dalam konspirasi “kekuatan besar” secara ekonomi dan politik untuk membunuh secara perlahan-lahan inovasi dan kreatifitas dr. Terawan dan dokter-dokter lainnya dalam penemuan dan keahlian sebagai dokter Indonesia,” pungkasnya.