KPK, Dari Galak Berinvolusi Menjadi Loyo

Monday 21 Dec 2020, 7 : 47 pm
by
Koordinator TPDI, Petrus Salestinus

Oleh: Petrus Selestinus

Juliari Batubara, dkk. tersangka korupsi proyek Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 di Kemensos, saat ini bisa tersenyum sumringah, karena KPK hanya kenakan sangkaan pasal suap selaku penerima, sesuai ketentuan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Ardian dan Harry ditempatkan selaku pihak pemberi suap hanya dikenakan sangkaan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No. 20, Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Alasan KPK, mengapa Juliari P. Batubara dkk., hanya dijerat dengan pasal suap juga aneh, karena semua unsur pidana dan syarat bukti permulaan yang cukup sudah terpenuhi, sehingga dengan demikian, KPK dipastikan tidak akan menerapkan pasal pidana mati sesuai harapan publik dan komitmen Firli Bahuri, Ketua KPK.

Padahal sesuai temuan penyidik KPK, diperoleh fakta bahwa kebijakan untuk korupsi dana bansos pandemi covid-19, didesain oleh Juliari P. Batubara dkk. dengan merekayasa pendirian PT. Rajawali Parama Indonesia (RPI) dan beberapa PT lainnya, pada Juli dan Agustus 2020, sebagai sarana untuk menyamarkan korupsi dan sekaligus pencucian uang.

Galak Jadi Loyo

Jika KPK akhirnya hanya berhenti pada penerapan pasal suap sebagai patokan lantas mengabaikan pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Hal ini pertanda KPK sedang berinvolusi menuju ke arah kemerosotan sistemik, dari semangat OTT untuk menerapkan hukuman mati, serta merta merosot hanya menerapkan pasal suap dengan ancaman pidana ringan. 

Dalil KPK ini bisa melahirkan dugaan bahwa KPK sedang bermain dalam rana simbiosis mutualisme dengan kekuatan tertentu, KPK diduga memiliki agenda terselubung untuk meloloskan pelaku dari ancaman pidana mati. Publik bisa bertanya ada apa dengan KPK, ko berubah dari galak mau menghukum mati, lalu merosot dan loyo hanya kenakan pasal suap yang ancaman pidananya ringan.

Padahal pimpinan KPK beberapa kali mendeclare komitmennya untuk menghukum mati tersangka pelaku korupsi di saat negara menghadapi bahaya pandemi Covid-19, namun pada saat yang bersamaan KPK mendeclare, hanya menerapkan pasal suap terhadap Juliari P. Batubara dkk, dan itu jelas mengecewakan publik karena lunturnya idealisme dan suburnya pragmatisme dalam penyidikan.

Mematikan Partisipasi Publik

Penjelasan KPK sendiri, mengungkap fakta bagaimana awalnya rancang bangun korupsi dana bansos Covid-19 dirancang, sudah ada pembagian peran, ada peran swasta sebagai pemberi suap dan ada peran penyelenggara Negera penentu kebijakan sebagai penerima suap, diawali dengan pendirian PT. RPI dll. pada Agustus 2020. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Muhaimin Minta Peluang Kerja TKI Formal di Korea Diperbanyak

JAKARTA-Pemerintah Indonesia meminta peluang kerja yang lebih besar bagi Tenaga

WEGE Siap Bagi Dividen Rp42,8 Miliar

JAKARTA-Para pemegang saham PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE)