Selain banyak belanja yang sifatnya mandatory karena perintah UUD 1945 dan undang undang, seperti anggaran pendidikan 20%, anggaran kesehatan 5%, dan dana desa 10%, juga masih terdapat belanja rutin yang utak atiknya tidak longgar.
Dalam situasi ekonomi demestik dan global mengalami slowing down, pemerintah berharap masih banyak investor yang berminat dengan global bond yang diterbitkan pemerintah.
Hingga 3 April 2020, justru banyak investor non residen melepas SBN senilai Rp. 135,1 triliun. Keadaan ini akan menjadi tantangan pemerintah.
Kemampuan LPS untuk melaksanakan tugasnya dalam melakukan penjaminan dan penanganan bank sistemik dan non sistemik tidak memiliki anggaran yang memadai.
Karenanya, melalui Perppu No 1 tahun 2020 pemerintah memberi antisipasi dengan dukungan pinjaman dari pemerintah dan BI.
Artinya, kebutuhan pembiayaan untuk support LPS makin besar.
BI jelasnya makin berat tanggungjawabnya.
Sebab sesuai Perppu No 1 tahun 2020, BI berkewajiban; menjadi lender last resort untuk pembelian SBN, pinjaman dan likuiditas jangka pendek kepada perbankan dan membeli repo surat berharga yang dimiliki oleh LPS.
“Akibatnya, BI harus mampu memenuhi kecukupan modal, namun tidak serta merta bisa menggunakan cadangan devisa semuanya untuk memenuhi hal ini,” pungkasnya.