Oleh: Nanang Djamaludin
Upaya Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Jakarta mendorong spirit berliterasi sejauh ini patut diberikan apresiasi.
Diantaranya lewat event bertajuk Hari Anak Jakarta Membaca (Hanjaba) yang sejak Tahun 2007.
Peringatan Hanjaba tahun 2014 yang digelar 29-30 Oktober lalu mengambil tema “Dengan Semangat Peran Serta Keluarga, Masyarakat dan Lembaga Pendidikan, Kita Jadikan Perpustakaan sebagai Pusat Pengembangan Minat dan Budaya Baca Masyarakat Jakarta.
” Tema itu klasik, tapi menurut saya justru senantiasa relevan untuk terus dijalani di tataran praksis pembumiannya di akar rumput oleh para pegiat literasi di Jakarta, khususnya yang terhimpun di Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) DKI Jakarta.
Memang sejauh ini belum tersedia instrumen yang disepakati bersama terkait indeks minat baca sebagai pegangan untuk mengetahui kecenderungan yang lebih terukur soal gambaran minat dan budaya membaca masyarakat Jakarta.
Sehingga menjadi penting penyusunan variabel-variabel rumusan instrumen indeks minat baca itu. Disitulah saya pikir peran BPAD dan FTBM DKI Jakarta untuk segera merumuskannya.
Di sisi lain, selama ini Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang ada dan terus berkembang di tengah masyarakat untuk menopang gerakan penumbuhan kesadaran berliterasi, telah menunjukkan peran signifikans dalam mendekatkan masyarakat pada akses terhadap buku dan aneka bahan bacaan bermutu.
Dan jalan “sunyi” yang ditempuh TBM-TBM itu lewat pelayanannya berlangsung di tengah dasyatnya perkembangan segenap penopang instrumen budaya hedon yang merontokkan kecenderungan masyarakat, khususnya anak dan remaja, dari tradisi berliterasi.
Itulah jalan sunyi dan panjang bagi TBM-TBM yang perlu terus dikhidmati.
Dan tentu dukungan lebih hebat lagi pelbagai pihak yang peduli gerakan literasi.
Sejauh ini belum ada jawaban yang relatif tepat dan terukur atas pertanyaan sejauh apa minat dan budaya membaca masyarakat Jakarta.
Jika pun ada angka-angka yang dipublikasikan itu lebih pada sebentuk harapan ketimbang angka ril sebenarnya di lapangan.
Sebab memang belum ada variabel-variabel yang disepakati bersama sebagai instrumen yang bisa dijadikan standar untuk mengukurnya indeks minat membaca pada masyarakat Jakarta, terlebih di kalangan anak-anak di Jakarta.
Seorang anak yang bisa membaca belum tentu dalam perkembangannya kemudian punya minat yang menggembirakan untuk membaca buku.
Jika itu berlangsung massal dan tak ada langkah-langkah tepat penanganannya, lantas bagaimana bisa berharap anak-anak Indonesia punya budaya baca yang tinggi, dengan kualitas SDM yang spektaluler.