Ketua MK Patut Diduga Melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi

Tuesday 17 Oct 2023, 4 : 19 pm
by
Edi Danggur, S.H., M.M., M.H

Asas objektivitas ini dirumuskan seperti ini: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang” (Vide Pasal 5 ayat 1 UU No.48/2009).

Hukum, termasuk undang-undang, jadi acuan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara, bukan kepentingan sempit keluarga.

Untuk menjamin objektivitas dan tidak memihaknya hakim dalam memutuskan perkara maka undang-undang telah mengatur adanya hak ingkar atau recusatie atau wraking (Vide Pasal 29 ayat 1 UU No.48/2009) dan hak mengundurkan diri bagi hakim yang mempunyai konflik kepentingan dalam suatu perkara yang ia atau mereka tangani (Vide Pasal 29 ayat 3 UU No.48/2009).

Apa yang dimaksudkan dengan hak ingkar?  Pasal 29 ayat 2 UU No.48/2009 merumuskan hak ingkar sebagai hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan-keberatan yang disertai dengan alasan-alasan terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya.

Mengingat putusan MK bersifat erga omnes, mengikat semua warganegara, maka keberatan  berbentuk hak ingkar yang diajukan itu tidak hanya terbatas pada pihak-pihak yang diadili atau pihak-pihak berperkara saja, tetapi juga keberatan dari masyarakat.

Keberatan terhadap Ketua MK Anwar Usman patut diajukan dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023 tersebut di atas, dengan alasan yang terang-benderang dimana adanya hubungan perkawinan antara hakim Anwar Usman dengan dengan adik Presien Jokowi, ayahanda dari Gibran yang kepentingannya untuk menjadi cawapres sedang diperjuangkan oleh pemohon.

Sedangkan hak mengundurkan diri diatur dalam Pasal 29 ayat 5 UU No.48/2009  yang dirumuskan dengan kata-kata: “Seorang hakim atau penitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, bai katas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara”.

Prinsip objektivitas para hakim dalam UU Kekuasaan Kehakiman tersebut dituangkan secara rinci dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi Indonesia (Sapta Karsa Hutama) sebagaimana dimuat dalam Peraturan MK No.09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Progres MRT Jakarta Sudah Capai 94%

JAKARTA-PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta menyatakan pembangunan sarana transportasi

ISKA: Benahi Ekonomi, Pemerintah Harus Fokus Kembangkan Agribisnis

JAKARTA-Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) meminta pemerintah membuat teroboson di