JAKARTA – Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis membongkar sejumlah pelanggaran dalam pesta demokrasi Indonesia tahun 2024 ini.
Selain pelanggaran prosedur, Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga mencatat sejumlah pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Todung yang juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia itu mengatakan, Jokowi secara gamblang melaksanakan nepotisme.
Pertama,nepotisme yang dilakukan jauh sebelum Pilpres 2024 versi 23 Maret 2024.
Persiapan pencalonan Gibran menjadi peserta dalam Pilpres 2024 telah dimulai oleh Jokowi jauh sebelum Pilpres 2024 dengan menciptakan systemic support dari Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan, Anwar Usman sebagai Ketua MK periode 2023-2028, pengangkatan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), hingga pemilihan dan pengangkatan ratusan penjabat kepala daerah.
Kedua,nepotisme yang dilakukan menjelang Pilpres 2024 untuk memastikan Gibran sebagai peserta dalam Pilpres 2024 dilakukan melalui ikutnya Anwar Usman dalam Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 untuk memastikan terciptanya isi putusan yang membuka jalan Gibran untuk mengajukan pendaftaran sebagai peserta Pilpres 2024.
Ketiga,nepotisme menjadi jurus untuk memastikan kemenangan Gibran dalam Pilpres 2024.
Jokowi menginisiasi pelbagai pertemuan dengan pelbagai pihak dengan menggunakan posisinya sebagai presiden.
“Hal ini untuk menunjukkan posisinya yang mendukung Paslon Nomor Urut 02, dan memastikan dukungan terhadap paslon tersebut,” ungkap Todung.
Pelanggaran TSM selanjutnya adalah abuse of power dalam bentuk keberpihakan Jokowi terhadap paslon 02, juga jajaran aparatur di bawahnya seperti aparatur daerah termasuk perangkat desa, Polri-TNI.
Todung menjelaskan, abuse of power yang dilakukan dalam konteks kebijakan dengan cara mempolitisasi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan selama masa Pilpres 2024 dimotori Jokowi beserta jajaran dari pemerintah pusat.
Abuse of power juga dilakukan Jokowi dan jajaran aparatur negara.
Dia memobilisasi seluruh alat kekuasaan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa untuk memastikan paslon 02 memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran.
Menurut Todung, intimidasi juga dilakukan dengan memanfaatkan Polri-TNI yang seharusnya melindungi rakyat.
Polri dan TNI dijadikan alat untuk membungkam suara sumbang dan untuk memaksa agar pilihan dijatuhkan kepada paslon 02.
Komentari tentang post ini