Polemik pun mengemuka.
Dan masalah bukan terletak pada reputasi lembaga yang melakukan survei.
Karena keduanya adalah dua raksasa industri poling yang dihormati media massa dan khalayak ramai yang rekomendasinya tak pernah diabaikan.
Kecurigaan terbongkar ketika David W. Moore, mantan editor senior lembaga survei opini publik terkemuka Gallup Poll mengungkap kebusukan lembaga survei yang menurutnya lebih tertarik melakukan pembentukan opini publik ketimbang mengungkap opini masyarakat yang sebenarnya.
Menurut Moore dalam bukunya yang berjudul “The Opinion Makers: An Insider Exposes the Truth Behind the Polls”, proses survei telah dirancang untuk mengarahkan pada kesimpulan tertentu yaitu dengan teknik pemilihan sampel, susunan kata dan urutan pertanyaan dalam kuesioner, teknik wawancara tertentu, dan pembubuhan analisis hasil survei yang sengaja diarahkan untuk menciptakan sebuah opini publik.
Bahkan Moore dalam The Super Pollsters: How They Measure and Manipulate Public Opinion in America, menyebutkan bahwa lembaga survei hanya menjadi bagian dari instrumen “siklus putaran legitimasi” dimana mereka yang berkuasa membingkai isu untuk mendukung posisi politik mereka, sementara pers dikondisikan untuk membatasi liputan terhadap sumber-sumber yang mungkin tidak setuju dan tidak disukai oleh penguasa.
Kemudian pada gilirannya survei dikembangkan untuk melegitimasi sekaligus membentuk opini publik yang diinginkan oleh penguasa.